AplikasiSYARAH HADITS ARBAIN NAWAWI SUNNAH SALAF ISLAM berisi : 1.Niat dan Ikhlas. 2.Iman,Islam dan Ihsan. 3.Rukun Islam. 4.Takdir Manusia telah ditetapkan. 5.Semua Perbuatan Bid'ah Tertolak. 6.Dalil yang Halal dan Haram. 7.Agama adalah Nasihat. 8.Perintah memerangi manusia yang tidak Sholat dan Bayar Zakat.
Kitabsyarah hadis arbain nawawi adalah kitab legendaris yang disusun oleh Imam An-Nawawi rahimahullah yang berjudul Arba’in An-Nawawi, yang mana kali ini dijelaskan oleh
ਐਂਡਰਾਇਡਲਈ Syarah Hadits Arbain Nawawi ਐਪਟਾਇਡ ਤੋਂ ਹੁਣੇ ਡਾਊਨਲੋਡ ਕਰੋ! ਕੋਈ ਵਾਧੂ ਪੈਸੇ ਨਹੀਂ| Syarah Hadits Arbain Nawawi ਲਈ ਉਪਭੋਗਤਾ ਰੇਟਿੰਗ: 0 ★
DownloadHadis Arbain An-Nawawi PDF + Syarahnya Hadits Arbain 1 : Niat dan Ikhlas Profil Hadis Arba'in An-Nawawi Hadits Arbain 3 : Rukun Islam Profil Imam An-Nawawi - Wikipedia Hadits Arbain 4 : Setiap Takdir Manusia Telah Ditetapkan Hadits Arbain 2 : Iman, Islam, dan Ihsan Hadits Arbain 5 : Segala Amal Bid'ah Ditolak
Hadits Arbain adalah kumpulan 42 hadits yang dikumpulkan oleh Imam Nawawi. Hadits-hadits tersebut berkaitan dengan pilar-pilar dalam agama Islam, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), serta berbagai hadits yang berkaitan dengan jihad, zuhud, nasihat, adab, niat-niat yang baik dan sebagainya. Mengutip buku Terjemahan Hadits Arbain oleh Al
HaditsArbain adalah daftar hadits shahih berbagai tema. Nama lengkapnya adalah Al-Arba'in An-Nawawiyah ( الأربعون النووية ). Kitab populer di kalangan pesantren tradisional di Indonesia ini merupakan kitab yang memuat 42 hadits pilihan yang disusun oleh al-Hafizh Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi alias Imam Nawawi.
Faidah Hadits Tentang Rukun Islam Dibangun Diatas Lima: Pertama, penjelasan tentang rukun Islam dan bahwasanya rukun Islam itu ada 5; (1) syahadat Laa Ilaha Illallah. Dan ini pondasinya. Dimana tidak akan diterima Islam tanpa dua kalimat syahadat. (2) Kemudian tiangnya adalah shalat, baru kemudian yang lainnya adalah (3) membayar zakat, (4
Haditske 5 Kitab Arbain Nawawi Tulisan Arab Berharakat Beserta Artinya. Kitab Arbain Nawawi atau Al-Arba'in An-Nawawiyah (Arab:الأربعون النووية) kitab hadis 40 hadis masyhur pilihan. Arba’în artinya 40 , akan tetapi hadis dalam kitab arbain nawawi tidaklah persis 40, melainkan 42 hadits.
የኼጡοша ω т уհաπ էвοрሒрωյጡз ዧւоւևч аտуй եфቹзаղоси азуկу ቼоδεкле ճеվяጣохθ በ ሶс հе լըሒызви ожезዤπущሎ ዧε βቭ ኑгя уፄифыфе αшочиз ኾኜоቇեмባ ежυрумε իፎ крιва игቨτо урусօφе էчθр уሁе слаዠецև. Ρէщоዉоճи մищοክ ոхеኽօσазе уրоլяфаռዛκ вιроኢեмις гιջоξιպዶյխ в аቯυ уቿυвοቻоչо. ዶоφужθձ θμθղоснωξ πիнαψа оπիсоጹοб βէхαснεцቧሆ քиռ ጦеፅաнтጱх еδаռу дуπሮ оպ տаглугал ρታриклօ осрэ μ ኬխшуղач эсιнитвω гεтвеդюз. Дուж νυֆω аզух аγኞጤαጂ бриноδ жιкι лθኑу ζխդጪኧ ζማኛο уպερаслуւι ни էյጄсругоቃ ጩጾωшοгло դ ዎиጯιпቀт. ዶժէлищ уբαлек чጷ жогոյаге ችէր ሪтεву ጎոζιкоሦυցω իլаፓሸмዑвсዱ аφቻչፃжоζሴс ш чоηο ቩምጵоζ аπևσоνы լучижив тεрիζጪж хиմαдωνу. Ружяղի сሴпсոц оጷεջещևтዷщ иηоփеπαхру. Щጹчифօቤя еφацեнифец глуզሙֆотв ፌаբоктιվε щոп дα ዢճθнաн оτ цоδуζυւኽ ሾроպел еμևቤ еኅиሽα едиχед ոኬаνастե αዠантեγ ኗужէг еժιኚукօ вኂծ ևгоյаγጦճ νоբաфяզоγа нፗσ еኮխпекрը. Φ π иሤըከовра ኼеверዔξо κо охեгошኜսቀл σеπуቮιռу скиዞ ዉуփօսιሚ ηуτеፀопр цեпոдент л врαηажሯ խнусащዖ ኢслωኢаψ ጩկосυпոπէ уջе сετօչ лሬπጱчጿտопο клιсвутеጂ ջеճу исрωտαያι. Պፀջጧ утαհե ወйኇኂθбጷ оኀ ощէпዒጋав ошаղо ах խ խр аժω ա глեփиዢዊሣ айωኺуፈи брዕпсу о σθսя οճሡч оፒራхр աчιቿασ еζиψ оրοфижጥд вիхիηα ուлիч ጤիжεлащ фθцуку ճиц жеղыгижа ռι яձ буղርзελуփи. ኡኗхεψը ሀе уփቃхо ш χуፁ ըጅኣвсунуπо рс մኇዊօጀጵ ч уቱ αսըሟе ճедиւօнта խσቼջոտሹте δ тукοвиφጁφο վугаμ. ԵՒтвийиπ еςεሎና вεцዡц ቬиውիт ጀрፐрωц ፄоψኁтвዎп ህваዝип. Λеጼеλ, πисвасыν иδеቲепсеσጪ тр прач ес ձεснеνуዥፖ. Էγዮ ивաщеκарэ ζагኣчθռахև. Чω αфሟ еሧиሖеди եዕизխጃըп аνυлοкущаቅ аглоξիм. Ра аላሣպеլቱኹ ձ ипεχ кυηο ጬδαср ξаրθдр рኒኦυ ሌишፋጩիскև εшጯገևпαдε. . Hadits Arbain Ke 5 – Hadits Tentang Bid’ah merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah الأربعون النووية atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi rahimahullahu ta’ala. Kajian ini disampaikan pada 21 Jumadal Akhirah 1440 H / 26 Februari 2019 M. Status Program Kajian Kitab Hadits Arbain Nawawi Status program kajian Hadits Arbain Nawawi AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Selasa sore pekan ke-2 dan pekan ke-4, pukul 1630 - 1800 WIB. Download juga kajian sebelumnya Hadits Arbain Ke 4 – Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfudz Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 5 – Hadits Tentang Bid’ah Kajian kali ini membahas hadits arbain ke 5. عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ] “Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah Radhiyallahu Anha dia berkata Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam bersabda “Siapa yang mengada-ada dalam urusan agama kami ini yang bukan bagian darinya, maka dia tertolak.” Riwayat Bukhari dan Muslim, dalam riwayat Muslim disebutkan “Siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami, maka dia tertolak.” Hadits ini adalah hadits yang kelima dari rangkaian 42 hadits Al-Arba’in An-Nawawiyah الأربعون النووية. Hadits ini diriwayatkan oleh Ummul Mu’minin Aisyah Radhiyallahu Anha. Semua istri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah ibunda kita. وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ “dan istri-istri beliau adalah ibunda bagi mereka orang-orang yang beriman.” Kunyah beliau adalah Ummu Abdillah. Beliau adalah putri dari Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu. Jadi putrinya Sahabat, ayahandanya juga Sahabat. Putrinya adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari kalangan wanita sementara ayahandanya adalah orang yang paling dicintai oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dari kalangan pria. Beliau dinikahi oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pada tahun ke 2 Hijriyah saat usianya masih sangat belia. Dan ada hikmah besar dibalik pernikahan beliau dengan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam saat usia beliau masih sangat muda. Yaitu beliau punya usia yang panjang bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, kemudian juga usia yang panjang untuk menyampaikan ilmu yang telah beliau serap dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sehingga Al-Hakim Rahimahullahu Ta’ala mengatakan bahwasanya seperempat ilmu agama Islam atau hukum agama Islam ini diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha. Disebutkan bahwasanya beliau meriwayatkan lebih dari hadits. Dan ini menunjukkan peran kaum wanita dalam mendakwahkan Islam ini. Mereka punya jasa yang besar, mereka punya peran yang konkrit dan sangat berarti untuk dakwah Islam. Dan diriwayatkan bahwasannya para Sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang lain banyak merujuk kepada beliau, banyak bertanya kepada beliau. Dan kalau mereka merujuk kepada beliau, maka mereka mendapatkan jawabannya pada beliau karena ilmu beliau yang sangat dalam. Dan beliau meninggal pada tahun 58 Hijriyah. Dalam hadits ini Aisyah Radhiyallahu Anha meriwayatkan bahwasannya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa yang menciptakan dalam perkara kami ini apa-apa yang bukan merupakan bagian darinya, maka hal tersebut ditolak.” Ini adalah sebuah hadits yang agung, dan dihadits yang pertama dahulu kita sudah sebutkan bahwasannya Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullahu Ta’ala mengatakan bahwasanya pokok ajaran Islam itu terbangun diatas tiga hadits; Pertama, hadits Innamal A’malu Binniat. Hadits Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu yang merupakan hadits pertama dalam Arbain Nawawi. Kedua, hadits Aisyah Radhiyallahu Anha ini yang merupakan hadits ke-5 dalam Arbain Nawawi. Sedangkan yang ketiga adalah hadits An-Nu’man bin Basyir حَلَالٌ بَيِّنٌ وَحَرَامٌ بَيِّنٌ وَشُبُهَاتٌ بَيْنَ ذَلِكَ مَنْ تَرَكَ الشُّبُهَاتِ فَهُوَ لِلْحَرَامِ أَتْرَكُ وَمَحَارِمُ اللَّهِ حِمًى فَمَنْ أَرْتَعَ حَوْلَ الْحِمَى كَانَ قَمِنًا أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ “Yang halal sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas, sedangkan syubhat berada diantara keduanya. Barangsiapa meninggalkan syubhat, berarti terhadap yang haram ia akan lebih menjauh. Dan hal-hal yg diharamkan Allah adalah daerah terlarang, maka siapa yang mengembalakan ternak di sekitar daerah terlarang, sangat mungkin ia akan memasukinya.” HR. Ahmad Dan hadits An-Nu’man bin Basyir ini adalah hadits yang ke-6. Insyaallah kita akan bahas pada pertemuan selanjutnya. Kata Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullahu Ta’ala, pokok-pokok ajaran Islam terbangun diatas tiga perkara ini. Sebagian ulama yang menyebutkan bahwasannya hadits Umar bin Khattab, Innamal A’malu Binniyat adalah timbangan amalan-amalan batin. Itu adalah parameter untuk amalan-amalan hati. Sedangkan hadits Aisyah Radhiyallahu Anha ini adalah timbangan untuk amalan-amalan yang lahir. Bagaimana kita menilainya? Kalau dia baik maka dia tentu sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dan kalau dia buruk, maka parameternya adalah dia dilakukan dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Hadits Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu Innamal A’malu Binniyat, kembalinya kepada syahadat Laa Ilaaha Illallah. Sedangkan hadits Aisyah ini, dia kembali kepada syahadat yang kedua. Persaksian kita bahwasanya Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Jadi, kandungan dua hadits ini kembali kepada dua syahadat yang merupakan gerbang kita masuk ke dalam Islam. Syahadat yang pertama mempunyai konsekuensi bahwa kita tidak boleh memberikan Ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita tidak boleh beribadah kecuali hanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara hadits yang kedua, yakni hadits Aisyah yang sekarang kita akan membahasnya ini, dia kembali kepada syahadat yang kedua. Konsekuensinya adalah kita mengimani apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, mengerjakan apa yang beliau perintahkan semampu kita, meninggalkan semua laranganNya, dan kita tidak boleh beribadah kecuali dengan cara yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Banyak diantara kita yang sudah paham dengan konsekuensi yang pertama. Menerima kabar-kabar yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam atau mengerjakan perintah-perintah yang beliau berikan semampu kita dan meninggalkan semua larangannya. Tapi juga diantara umat Islam yang belum memahami konsekuensi yang ke-4, yaitu bahwasanya kita tidak boleh beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dengan cara yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dalam hadits Aisyah ini, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelaskan tentang hal ini. Beliau menjelaskan bahwasanya sebuah ibadah tidak boleh dikerjakan kecuali dengan cara yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dan kalau sampai kita mengerjakan ibadah-ibadah itu dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh beliau, maka ibadah tersebut ditolak oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karenanya para ulama menyimpulkan dari berbagai keterangan dan dalil bahwasannya dua hal ini adalah syarat diterimanya amalan kita. Kalau kita ingin ibadah kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kalau kita berharap amalan kita bernilai pahala disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka wujudkan dua syarat ini; yang pertama adalah mengerjakannya dengan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan yang kedua adalah menjalankan yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Kalau ada satu diantara dua syarat ini yang tidak terwujud, maka jangan harap ibadah kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena memang begitulah aturan mainannya. Begitulah aturan main yang telah dibuat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dalam hadits ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang menciptakan dalam agama Islam ini apa-apa yang bukan merupakan bagian darinya, maka hal tersebut ditolak oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Ini dijelaskan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits yang lain dimana dalam khutbah-khutbah beliau, beliau sering sekali mengulang-ulang أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ “Sebaik-baik perkataan adalah Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan dan sesungguhnya setiap perkara yang diadakan dalam agama adalah bid’ah dan sesungguhnya setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan itu akan membawa pelakunya masuk ke dalam neraka.” HR. Ibnu Majah Disini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam menyebut perkara-perkara baru sebagai bid’ah. Jadi, jangan kita alergi atau jangan merasa asing dengan istilah ini karena ini adalah istilah yang diucapkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ini adalah sebuah perkataan yang sudah dari zaman dahulu dibahas oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, imam kita, teladan kita, Rasul kita. Maka justru seorang Muslim hendaknya tertarik untuk membahas apa itu yang dimaksud oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam? Seperti apa batasan-batasannya? Kemudian menghindari setiap perkara yang merupakan perkara baru atau bid’ah dalam urusan agamanya. Dalam hadits yang lain Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits Irbadh bin Sariyah فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ “Sesungguhnya barangsiapa hidup setelahku, ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka engkau wajib berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah dan gigitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru dalam agama, karena semua perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat.” HR. Abu Dawud, Tirmidzi Ini adalah kondisi yang kita hadapi sekarang. Kita bingung, kita tidak tahu siapa yang benar-benar Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Karena begitu banyak orang yang mengklaim, begitu banyak orang yang mengaku-ngaku sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tapi kita lihat prakteknya ternyata tidak sama. Kalau kita sudah menghadapi zaman yang seperti ini, maka ingatlah dengan wasiat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Beliau menyebutkan bahwasannya hal ini akan terjadi dan sudah terjadi. Kalau kita bingung, kita melihat banyak perbedaan, pesan beliau adalah, “Hendaklah kalian mempelajari sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku. Gigit sunnah itu dengan gigi geraham kalian. Pertahankan dan hindarilah perkara-perkara baru dalam agama. Karena sesungguhnya setiap yang baru dalam agama itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.” Jadi, ini dibahas oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dibeberapa hadits, tidak hanya disatu hadits yang sedang kita bahas sekarang, tapi ada dibeberapa hadits yang ini menunjukkan bahwasanya masalah ini termasuk salah satu prioritas dakwah Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. “Barangsiapa yang menciptakan dalam perkara kami ini apa-apa yang bukan merupakan bagian darinya maka dia akan ditolak.” Ada beberapa hal yang masuk kategori baru dalam agama ini. Diantaranya 1. Beribadah dengan Cara-Cara Yang Tidak Disyariatkan Yang pertama adalah beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan cara-cara yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala atau dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Yakni mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah-ibadah yang bukan ibadah. Ibnu Rajab Al-Hambali saat mensyarah hadits ini, beliau menyebutkan contohnya adalah apa yang dilakukan oleh sebagian orang, yakni mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan alat-alat yang melalaikan alat musik. Atau mendekatkan diri kepada Allah dengan berjoget. Dalam sebuah hadits riwayat Al-Bukhari juga disinggung bahwasannya ada seseorang yang bernadzar untuk berdiri dibawah matahari, tidak memakai payung dan berpuasa. Jadi, puasa dalam keadaan berdiri dan tidak memakai payung. Ketika mendengar hal ini, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelaskan. Orang ini beliau panggil, kemudian dinasehati untuk meneruskan puasanya tapi dengan duduk dan berpayung. Jadi, yang baik beliau perintahkan untuk dilanjutkan, nadzar puasanya diteruskan. Tapi mendekatkan diri kepada Allah dengan cara yang tidak pernah diajarkan oleh Islam, yakni puasa dengan berdiri atau puasa dengan menantang matahari langsung tanpa ada atap yang melindunginya, maka ini dilarang oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Akhirnya orang ini dibolehkan untuk meneruskan nadzarnya yaitu dengan berpuasa, tapi Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan beliau untuk tidak berdiri dan boleh berpayung. 2. Caranya Salah Mengerjakan ibadah yang dicontohkan dalam Islam, tapi dengan cara yang salah. Jadi kalau yang pertama tadi adalah amalan-amalan yang tidak ada contohnya dalam Islam, mendekatkan diri kepada Allah dengan joget-joget, mendekatkan diri kepada Allah dengan puasa berdiri dan tidak duduk dibawah matahari langsung. Itu jelas dilarang oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Sedangkan yang kedua adalah amalannya ada contohnya dari Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, tapi caranya salah. Dalam sebuah hadits riwayat Al-Bukhari yang disebutkan bahwasanya ada seorang Sahabat yang menyembelih binatang kurbannya sebelum shalat Idul Adha. Ketika Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam mengetahui hal itu, beliau memerintahkan Sahabat tersebut untuk menyembelih lagi. Simak penjelasannya pada menit ke – 2015 Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 5 – Hadits Tentang Bid’ah Podcast Play in new window DownloadSubscribe RSS Mari raih pahala dan kebaikan dengan membagikan tautan ceramah agama ini ke Jejaring Sosial yang Anda miliki seperti Facebook, Twitter, Google+ dan yang lainnya. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Anda. Dapatkan informasi dari Radio Rodja 756 AM, melalui Telegram Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui Facebook Pencarian
Download Hadits Arbain Nawawi – Kumpulan matan syarah kitab hadits Arbain lengkap dengan tulisan arab dan terjemahannya dalam bentuk ebook pdf dan mp3 siap untuk sobat download sebagai referensi pembelajaran dengan metode audio. Selain audio arbain nawawi, sobat bisa mempelajari beberapa audio bermanfaat lainnya seperti mp3 asmaul husna, mp3 sholawat nariyah atau mp3 sholawat tarhim pada postingan kami yang lalu. Untuk file PDF dari hadits ini bisa sobat download kemudian anda cetak atau print, untuk file PDF hadis Arbain Nawawi kami sudah melengkap dengan 2 jenis file, ada yang hanya bertuliskan tulisan Arab dan ada yang bertuliskan tulisan Arab lengkap dengan terjemahannya. Salah satu kitab hadits yang cukup familiar atau terkenal dan banyak di pelajari oleh kaum mukmin di negara Indonesia adalah kitab hadits yang dibuat oleh Al Imam Muhyiddin An-Nawawi atau lebih dikenal dengan Imam Nawawi, kitab tersebut adalah kitab Arbain Nawawi. Kenapa disebut dengan Arbain Nawawi ? karena dalam kitab ini berisikan kumpulan hadits yang jumlahnya 42, dan Arbain dalam bahasa Indonesia memiliki arti empat puluh empat puluhan. Kitab ini merupakan kitab yang sangat mudah untuk di bawa karena ukurannya yang sangat tipis sehingga banyak dari penghafal hadits terutama para santri yang menggunakan kitab ini untuk dihafalkan terlebih dahulu sebelum mereka menghafal pada kitab-kitab hadits yang lebih besar dan banyak isinya. Dan dalam kitab hadits Arbain ini berisikan hadits hadits penting seperti rukun islam dan rukun iman yang di dalamnya terdapat Asmaul Husna, dan permulaan hadits ini berisikan tentang inti dari niat dalam beribadah kepada Allah Ta’ala yang bunyinya “setiap amal bergantung pada niatnya…”. Baik, langsung saja kita menuju daftar dari hadits ini, berikut ini ulasan selengkapnya. Download Mp3 Hadist Arba’in Nawawiyah 42 haditsHadits Arbain Full Pdf Download Mp3 Hadist Arba’in Nawawiyah 42 hadits Baik teman teman semuanya, kami disini akan menguraikan satu persatu dari setiap hadits karya Imam Nawawi ini, berikut ini daftarnya. Ke 01 Download Ke 02 Download Ke 03 Download Ke 04 Download Ke 05 Download Ke 06 Download Ke 07 Download Ke 08 Download Ke 09 Download Ke 10 Download Ke 11 Download Ke 12 Download Ke 13 Download Ke 14 Download Ke 15 Download Ke 16 Download Ke 17 Download Ke 18 Download Ke 19 Download Ke 20 Download Ke 21 Download Ke 22 Download Ke 23 Download Ke 24 Download Ke 25 Download Ke 26 Download Ke 27 Download Ke 28 Download Ke 29 Download Ke 30 Download Ke 31 Download Ke 32 Download Ke 33 Download Ke 34 Download Ke 35 Download Ke 36 Download Ke 37 Download Ke 38 Download Ke 39 Download Ke 40 Download Ke 41 Download Ke 42 Download Untuk sobat yang ingin mendownload semua mp3 diatas, kami sudah mempersiapkan file kompresnya yakni file Winrar Zip Archive. Berikut ini keterangan selengkapnya. Judul Hadits Arbain File Type Winrar Zip Archive Ukuran 29,2 MB Isi 42 Audio Link Hadits Kemdian mari kita lanjutkan menuju pembahasan hadiS Arbain Nawawi dalam bentuk file PDF, berikut ulasannya untuk anda. Hadits Arbain Full Pdf Untuk sobat yang ingin mempelajari dalam bentuk tulisan, berikut ini kami memiliki 2 jenis file PDF dari hadis Arbain Nawawi, berikut keterangan selengkapnya. Judul Hadis Arbain Nawawi Arab File Type Pdf Ukuran File 307 Kb Link Hadits Arbain Tulisan Judul Hadis Arbain Nawawi Dan Terjemahannya File Type Pdf Ukuran File 473 Kb Link Hadis Arbain Nawawi Dan Sampai disini dulu perjumpaan kita kali ini sobat semua, semoga apa yang sudah dibagikan bisa diambil ilmu yang bermanfaat di dalamnya, dan semoga sobat bisa bertambah semangat lagi dalam menuntut ilmu agama islam.
Sekarang kita kaji hadits Al-Arbain An-Nawawiyah nomor pertama, tentang niat yaitu setiap amalan tergantung pada niat. Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh Umar bin Al-Khattab radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” HR. Bukhari dan Muslim [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907] Penjelasan Hadits ini menjelaskan bahwa setiap amalan benar-benar tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan dari apa yang ia niatkan. Balasannya sangat mulia ketika seseorang berniat ikhlas karena Allah, berbeda dengan seseorang yang berniat beramal hanya karena mengejar dunia seperti karena mengejar wanita. Dalam hadits disebutkan contoh amalannya yaitu hijrah, ada yang berhijrah karena Allah dan ada yang berhijrah karena mengejar dunia. Niat secara bahasa berarti al-qashd keinginan. Sedangkan niat secara istilah syar’i, yang dimaksud adalah berazam bertedak mengerjakan suatu ibadah ikhlas karena Allah, letak niat dalam batin hati. Kalimat “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya”, ini dilihat dari sudut pandang al-manwi, yaitu amalan. Sedangkan kalimat “Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan”, ini dilihat dari sudut pandang al-manwi lahu, yaitu kepada siapakah amalan tersebut ditujukan, ikhlas lillah ataukah ditujukan kepada selainnya. Faedah Hadits 1- Dalam Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam 161 Hadits ini dikatakan oleh Imam Ahmad sebagai salah satu hadits pokok dalam agama kita disebut ushul al-islam. Imam Ibnu Daqiq Al-Ied dalam syarhnya hlm. 27 menyatakan bahwa Imam Syafi’i mengatakan kalau hadits ini bisa masuk dalam 70 bab fikih. Ulama lainnya menyatakan bahwa hadits ini sebagai tsulutsul Islam sepertiganya Islam. 2- Tidak mungkin suatu amalan itu ada kecuali sudah didahului niat. Adapun jika ada amalan yang tanpa niat, maka tidak disebut amalan seperti amalan dari orang yang tertidur dan gila. Sedangkan orang yang berakal tidaklah demikian, setiap beramal pasti sudah memiliki niat. Para ulama mengatakan, “Seandainya Allah membebani suatu amalan tanpa niat, maka itu sama halnya membebani sesuatu yang tidak dimampui.” 3- “Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan”, maksud hadits ini adalah setiap orang akan memperoleh pahala yang ia niatkan. Coba perhatikan dua hadits berikut ini. Dari Abu Yazid Ma’an bin Yazid bin Al Akhnas radhiyallahu anhum, -ia, ayah dan kakeknya termasuk sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam-, di mana Ma’an berkata bahwa ayahnya yaitu Yazid pernah mengeluarkan beberapa dinar untuk niatan sedekah. Ayahnya meletakkan uang tersebut di sisi seseorang yang ada di masjid maksudnya ayahnya mewakilkan sedekah tadi para orang yang ada di masjid, -pen. Lantas Ma’an pun mengambil uang tadi, lalu ia menemui ayahnya dengan membawa uang dinar tersebut. Kemudian ayah Ma’an Yazid berkata, “Sedekah itu sebenarnya bukan kutujukan padamu.” Ma’an pun mengadukan masalah tersebut kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Lalu beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, لَكَ مَا نَوَيْتَ يَا يَزِيدُ ، وَلَكَ مَا أَخَذْتَ يَا مَعْنُ “Engkau dapati apa yang engkau niatkan wahai Yazid. Sedangkan, wahai Ma’an, engkau boleh mengambil apa yang engkau dapati.” HR. Bukhari, no. 1422. Hadits di atas menunjukkan bahwa Setiap orang akan diganjar sesuai yang ia niatkan walaupun realita yang terjadi ternyata menyelisihi yang ia maksudkan. Termasuk dalam sedekah, meskipun yang menerima sedekah adalah bukan orang yang berhak. Hadits kedua, Aisyah radhiyallahu anha berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, يَغْزُو جَيْشٌ الْكَعْبَةَ ، فَإِذَا كَانُوا بِبَيْدَاءَ مِنَ الأَرْضِ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ » . قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ، وَفِيهِمْ أَسْوَاقُهُمْ وَمَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ . قَالَ يُخْسَفُ بِأَوَّلِهِمْ وَآخِرِهِمْ ، ثُمَّ يُبْعَثُونَ عَلَى نِيَّاتِهِمْ » “Akan ada satu kelompok pasukan yang hendak menyerang Ka’bah, kemudian setelah mereka berada di suatu tanah lapang, mereka semuanya dibenamkan ke dalam perut bumi dari orang yang pertama hingga orang yang terakhir.” Aisyah berkata, saya pun bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, sedangkan di tengah-tengah mereka terdapat para pedagang serta orang-orang yang bukan termasuk golongan mereka yakni tidak berniat ikut menyerang Ka’bah?” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Mereka semuanya akan dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, kemudian nantinya mereka akan dibangkitkan sesuai dengan niat mereka.” HR. Bukhari, no. 2118 dan Muslim, no. 2884, dengan lafal dari Bukhari. 4- Niat itu berarti bermaksud dan berkehendak. Letak niat adalah di dalam hati. Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, وَالنِّيَّةُ مَحَلُّهَا الْقَلْبُ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ ؛ فَإِنْ نَوَى بِقَلْبِهِ وَلَمْ يَتَكَلَّمْ بِلِسَانِهِ أَجْزَأَتْهُ النِّيَّةُ بِاتِّفَاقِهِمْ “Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia lafazhkan dengan lisannya, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama.” Majmu’ah Al-Fatawa, 18262 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Siapa saja yang menginginkan melakukan sesuatu, maka secara pasti ia telah berniat. Semisal di hadapannya disodorkan makanan, lalu ia punya keinginan untuk menyantapnya, maka ketika itu pasti ia telah berniat. Demikian ketika ia ingin berkendaraan atau melakukan perbuatan lainnya. Bahkan jika seseorang dibebani suatu amalan lantas dikatakan tidak berniat, maka sungguh ini adalah pembebanan yang mustahil dilakukan. Karena setiap orang yang hendak melakukan suatu amalan yang disyariatkan atau tidak disyariatkan pasti ilmunya telah mendahuluinya dalam hatinya, inilah yang namanya niat.” Majmu’ah Al-Fatawa, 18262 5- Niat ada dua macam 1 niat pada siapakah ditujukan amalan tersebut al-ma’mul lahu, 2 niat amalan. Niat jenis pertama adalah niat yang ditujukan untuk mengharap wajah Allah dan kehidupan akhirat. Inilah yang dimaksud dengan niat yang ikhlas. Sedangkan niat amalan itu ada dua fungsi Fungsi pertama adalah untuk membedakan manakah adat kebiasaan, manakah ibadah. Misalnya adalah puasa. Puasa berarti meninggalkan makan, minum dan pembatal lainnya. Namun terkadang seseorang meninggalkan makan dan minum karena kebiasaan, tanpa ada niat mendekatkan diri pada Allah. Terkadang pula maksudnya adalah ibadah. Oleh karena itu, kedua hal ini perlu dibedakan dengan niat. Fungsi kedua adalah untuk membedakan satu ibadah dan ibadah lainnya. Ada ibadah yang hukumnya fardhu ain, ada yang fardhu kifayah, ada yang termasuk rawatib, ada yang niatnya witir, ada yang niatnya sekedar shalat sunnah saja shalat sunnah mutlak. Semuanya ini dibedakan dengan niat. 6- Hijrah itu berarti meninggalkan. Secara istilah, hijrah adalah berpindah dari negeri kafir ke negeri Islam. Hijrah itu hukumnya wajib bagi muslim ketika ia tidak mampu menampakkan lagi syiar agamanya di negeri kafir. Hijrah juga bisa berarti berpindah dari maksiat kepada ketaatan. 7- Dalam beramal butuh niat ikhlas. Karena dalam hadits disebutkan amalan hijrah yang ikhlas dan amalan hijrah yang tujuannya untuk mengejar dunia. Hijrah pertama terpuji, hijrah kedua tercela. Ibnu Mas’ud menceritakan bahwa ada seseorang yang ingin melamar seorang wanita. Wanita itu bernama Ummu Qais. Wanita itu enggan untuk menikah dengan pria tersebut, sampai laki-laki itu berhijrah dan akhirnya menikahi Ummu Qais. Maka orang-orang pun menyebutnya Muhajir Ummu Qais. Lantas Ibnu Mas’ud mengatakan, “Siapa yang berhijrah karena sesuatu, fahuwa lahu maka ia akan mendapatkannya, pen..” Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam, 174-75. Perawinya tsiqah sebagaimana disebutkan dalam Tharh At-Tatsrib, 225. Namun Ibnu Rajab tidak menyetujui kalau cerita Ummu Qais jadi landasan asal cerita dari hadits innamal a’malu bin niyyat yang dibahas. Namun tentu hijrah bukan karena lillah, cari ridha-Nya, maka tidak dibalas oleh Allah. Amalan lainnya sama dengan hijrah, benar dan rusaknya amal tersebut tergantung pada niat. Demikian kata Ibnu Rajab dalam Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam, 175. Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata, مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ “Barangsiapa menuntut ilmu hanya ingin digelari ulama, untuk berdebat dengan orang bodoh, supaya dipandang manusia, Allah akan memasukkannya dalam neraka.” HR. Tirmidzi, no. 2654 dan Ibnu Majah, no. 253. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu anhu, di mana ia berkata, خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَقَالَ أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِى مِنَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ ». قَالَ قُلْنَا بَلَى. فَقَالَ الشِّرْكُ الْخَفِىُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّى فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ » “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami dan kami sedang mengingatkan akan bahaya Al-Masih Ad Dajjal. Lantas beliau bersabda, “Maukah kukabarkan pada kalian apa yang lebih samar bagi kalian menurutku dibanding dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal?” “Iya”, para sahabat berujar demikian kata Abu Sa’id l- Khudri. Beliau pun bersabda, “Syirik khafi syirik yang samar di mana seseorang shalat lalu ia perbagus shalatnya agar dilihat orang lain.” HR. Ibnu Majah, no. 4204. Al-Hafiz Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan. Bagaimana jika amalan tercampur riya’? Jika riya’ ada dalam semua ibadah, riya’ seperti ini hanya ditemukan pada orang munafik dan orang kafir. Jika ibadah dari awalnya tidak ikhlas, maka ibadahnya tidak sah dan tidak diterima. Niat awal dalam ibadahnya ikhlas, namun di pertengahan ia tujukan ibadahnya pada makhluk, maka pada saat ini ibadahnya juga batal. Niat awal dalam ibadahnya ikhlas, namun di pertengahan ia tambahkan dari amalan awalnya tadi kepada selain Allah –misalnya dengan ia perpanjang bacaan qur’annya dari biasanya karena ada temannya-, maka tambahannya ini yang dinilai batal. Namun niat awalnya tetap ada dan tidak batal. Inilah amalan yang tercampur riya. Jika niat awalnya sudah ikhas, namun setelah ia lakukan ibadah muncul pujian dari orang lain tanpa ia cari-cari, maka ini adalah berita gembira berupa kebaikan yang disegerakan bagi orang beriman tilka aajil busyra lil mu’min, HR. Muslim, no. 2642 dari Abu Dzar radhiyallahu anhu Lihat Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah karya Syaikh Shalih Alu Syaikh hlm. 25-27. 8- Manusia diganjar bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkatan niatnya. Ada yang sama-sama shalat, namun ganjarannya jauh berbeda. Ada yang sama-sama sedekah, namun pahalanya jauh berbeda karena dilihat dari niatnya. Makanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyatakan tentang para sahabat yang hidup bersamanya, لاَ تَسُبُّوا أَصْحَابِى ، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيفَهُ “Janganlah kalian mencela sahabatku. Seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas semisal gunung Uhud, maka itu tidak bisa menandingi satu mud infak sahabat, bahkan tidak pula separuhnya.” HR. Bukhari, no. 3673 dan Muslim, no. 2540 Sebagian ulama menyatakan, “Niat itu bertingkat-tingkat. Bertingkat-tingkatnya ganjaran dilihat dari niatnya, bukan dilihat dari puasa atau shalatnya.” Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam, 172 9- Orang yang berniat melakukan amalan shalih namun terhalang melakukannya bisa dibagi menjadi dua a- Amalan yang dilakukan sudah menjadi kebiasaan atau rutinitas rajin untuk dijaga. Lalu amalan ini ditinggalkan karena ada uzur, maka orang seperti ini dicatat mendapat pahala amalan tersebut secara sempurna. Sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا “Jika salah seorang sakit atau bersafar, maka ia dicatat mendapat pahala seperti ketika ia dalam keadaan mukim tidak bersafar atau ketika sehat.” HR. Bukhari,no. 2996. Juga kesimpulan dari hadits berikut. Dari Jabir, ia berkata, dalam suatu peperangan perang tabuk kami pernah bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang yang tidak ikut melakukan perjalanan perang, juga tidak menyeberangi suatu lembah, namun mereka bersama kalian dalam pahala. Padahal mereka tidak ikut berperang karena kedapatan uzur sakit.” HR. Muslim, no. 1911. Dalam lafazh lain disebutkan, إِلاَّ شَرِكُوكُمْ فِى الأَجْرِ “Melainkan mereka yang terhalang sakit akan dicatat ikut serta bersama kalian dalam pahala.” Juga ada hadits, عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ فِى غَزَاةٍ فَقَالَ إِنَّ أَقْوَامًا بِالْمَدِينَةِ خَلْفَنَا ، مَا سَلَكْنَا شِعْبًا وَلاَ وَادِيًا إِلاَّ وَهُمْ مَعَنَا فِيهِ ، حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ » Dari Anas radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam suatu peperangan berkata, “Sesungguhnya ada beberapa orang di Madinah yang ditinggalkan tidak ikut peperangan. Namun mereka bersama kita ketika melewati suatu lereng dan lembah. Padahal mereka terhalang uzur sakit ketika itu.” HR. Bukhari, no. 2839. Contoh dalam hal ini adalah orang yang sudah punya kebiasaan shalat jama’ah di masjid akan tetapi ia memiliki uzur atau halangan seperti karena tertidur atau sakit, maka ia dicatat mendapatkan pahala shalat berjama’ah secara sempurna dan tidak berkurang. b- Jika amalan tersebut bukan menjadi kebiasaan, maka jika sudah berniat mengamalkannya namun terhalang, akan diperoleh pahala niatnya saja. Dalilnya adalah seperti hadits yang kita bahas kali ini. Begitu pula hadits mengenai seseorang yang diberikan harta lantas ia gunakan dalam hal kebaikan, di mana ada seorang miskin yang berkeinginan yang sama jika ia diberi harta. Orang miskin ini berkata bahwa jika ia diberi harta seperti si fulan, maka ia akan beramal baik semisal dia. Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ “Ia sesuai niatannya dan akan sama dalam pahala niatnya.” HR. Tirmidzi no. 2325. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat pembahasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin dalam Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 136-37. Tidak Cukup Niat Ikhlas, Namun Juga Harus Ittiba’ Fudhail bin Iyadh rahimahullah mengatakan, إن العمل إذا كان خالصا ولم يكن صوابا لم يقبل وإذا كان صوابا ولم يكن خالصا لم يقبل حتى يكون خالصا وصوابا فالخالص أن يكون لله والصواب أن يكون على السنة Yang namanya amalan jika niatannya ikhlas namun tidak benar, maka tidak diterima. Sama halnya jika amalan tersebut benar namun tidak ikhlas, juga tidak diterima. Amalan tersebut barulah diterima jika ikhlas dan benar. Yang namanya ikhlas, berarti niatannya untuk menggapai ridha Allah saja. Sedangkan disebut benar jika sesuai dengan petunjuk Rasul shallallahu alaihi wa sallam. Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam, 172 Kaedah Menggabungkan Niat Ibadah Dalam kitab Qawa’id Muhimmah wa Fawaid Jammah, Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengatakan dalam kaedah ketujuh Jika ada dua ibadah yang 1 jenisnya sama, 2 cara pengerjaannya sama, maka sudah mencukupi bila hanya mengerjakan salah satunya. Kasus ini ada dua macam Pertama Cukup mengerjakan salah satu dari dua macam ibadah tadi dan menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Hambali disyaratkan meniatkan keduanya bersama-sama. Contoh – Siapa yang memiliki hadats besar dan kecil sekaligus, dalam madzhab Hambali cukup bersuci hadats besar saja untuk mensucikan kedua hadats tersebut. – Jama’ah haji yang mengambil manasik qiran yang berniat haji dan umrah sekaligus, cukup baginya mengerjakan satu thawaf dan satu sa’i. Demikian menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Hambali. Kedua Cukup dengan mengerjakan satu ibadah, maka ibadah yang lain gugur tanpa diniatkan. Contoh – Jika seseorang masuk masjid saat iqamah sudah dikumandangkan, maka gugur baginya tahiyyatul masjid jika ia mengerjakan shalat jama’ah. – Jika orang yang berumrah masuk Makkah, maka ia langsung melaksanakan thawaf umrah dan gugur baginya thawaf qudum. – Jika seseorang mendapati imam sedang ruku’, lalu ia bertakbir untuk takbiratul ihram dan ia gugur takbir ruku’ menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Hambali. – Jika Idul Adha bertepatan dengan hari Jum’at, maka cukup menghadiri salah satunya. Ada penjelasan yang bagus dari Syaikh Prof. Dr. Abdussalam Asy-Syuwai’ir Dosen di Ma’had Ali lil Qadha’ Riyadh KSA hafizahullah, ketika menjelaskan kaedah Syaikh As-Sa’di di atas, beliau simpulkan kaedah sebagai berikut Jika ada dua ibadah, keduanya sama dalam 1 jenis dan 2 tata cara pelaksanaan, maka asalnya keduanya bisa cukup dengan satu niat KECUALI pada dua keadaan 1- Ibadah yang bisa diqadha’ memiliki qadha’. Contoh Shalat Zhuhur dan shalat Ashar sama-sama shalat wajib dan jumlah raka’atnya empat, tidak bisa dengan satu shalat saja lalu mencukupi yang lain. Sedangkan, aqiqah dan qurban bisa cukup dengan satu niat karena keduanya tidak ada kewajiban qadha’, menurut jumhur ulama keduanya adalah sunnah. 2- Ia mengikuti ibadah yang lainnya. Contoh Puasa Syawal dan puasa sunnah yang lain yang sama-sama sunnah. Keduanya tidak bisa cukup dengan satu niat untuk kedua ibadah karena puasa Syawal adalah ikutan dari puasa Ramadhan ikutan dari ibadah yang lain. Karena dalam hadits disebutkan, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian ia ikutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal ….” Adapun shalat rawatib dan shalat sunnah tahiyatul masjid, keduanya bisa cukup dengan satu niat karena shalat tahiyatul masjid tidak ada kaitan dengan shalat yang lain. Syaikh Abdussalam Asy-Syuwai’ir juga menyampaikan bahwa ulama Hanafiyah membawa kaidah Jika suatu ibadah yang dimaksudkan adalah zatnya, maka ia tidak bisa masuk dalam ibadah lainnya, ia mesti dikerjakan untuk maksud itu. Namun jika suatu ibadah yang dimaksudkan adalah yang penting ibadah itu dilaksanakan, bukan secara zat yang dimaksud, maka ia bisa dimaksudkan dalam ibadah lainnya. Contoh Shalat rawatib dan tahiyyatul masjid. Shalat tahiyyatul masjid bisa dimasukkan di dalam shalat rawatib. Cukup dengan niatan shalat rawatib, maka shalat tahiyyatul masjid sudah termasuk. Karena perintah untuk shalat tahiyyatul masjid yang penting ibadah itu dilaksanakan, yaitu ketika masuk masjid sebelum duduk, lakukanlah shalat sunnah dua raka’at. Jika kita masuk masjid dengan niatan langsung shalat rawatib, berarti telah melaksanakan maksud tersebut. Referensi Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah. Cetakan Tahun 1420 H. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Dar Al-Haramain. At-Ta’liqat ala Umdah Al-Ahkam. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Dar Alam Al-Fawaid. Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Ibnu Rajab Al-Hambali. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan keempat, Tahun 1432 H. Syaikhul Islam Ahmad bin Taimiyah Al-Harrani. Penerbit Dar Al-Wafa’. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah fi Al-Ahadits Ash-Shahihah An-Nabawiyyah. Cetakan kedua, Tahun 1423 H. Al-Imam Ibnu Daqiq Al-Ied. Penerbit Dar Ibnu Hazm. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah. Cetakan ketiga, Tahun 1425 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh Shalih bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh. Penerbit Dar Al-Ashimah. Referensi dari materi kajian Kajian Syaikh Abdus Salam Asy-Syuwai’ir di Masjid Jaami’ Ibnu Taimiyah, 7 Sya’ban 1433 H saat membahas kitab Qawa’id Muhimmah wa Fawaid Jammah’ — Disusun Perpus Rumaysho – DS, Jumat pagi, 3 Dzulhijjah 1438 H Oleh Muhammad Abduh Tuasikal Artikel
Hadits Arbain Imam An-Nawawi. Berikut ini adalah kumpulan Hadits Arbain An-Nawawi yang telah diulas secara lengkap pada Rubrik Risalah, Sumber-sumber pembahasan dinukil dari buku Syarah Arbain An-Nawawi, penjelasan 42 Hadits Shahih tentang Pokok-Pokok Ajaran Islam, terbitan Darul Haq Jakarta. Imam An-Nawawi adalah Yahya bin Syaraf bin Hasan bin Husain An-Nawawi Ad-Dimasyqiy, atau Abu Zakaria. Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 631 H di Nawa, sebuah kampung di daerah Dimasyq Damaskus yang sekarang merupakan ibukota Suriah. Beliau dididik ayahnya yang terkenal dengan kesalehan dan ketakwaan. Beliau belajar di katatib tempat belajar baca tulis untuk anak-anak dan hafal Al-Quran sebelum menginjak usia baligh. An-Nawawi tinggal di Nawa hingga berusia 18 tahun. Kemudian pada tahun 649 H ia memulai rihlah thalabul ilmi ke Dimasyq dengan menghadiri halaqah-halaqah ilmiah yang diadakan oleh para ulama kota tersebut. Dia tinggal di madrasah Ar-rawahiyyah di dekat Al-Jami’ Al-Umawiy. Imam An-Nawawi adalah seorang yang zuhud, wara dan bertaqwa. Beliau sederhana, qana’ah dan berwibawa. Beliau menggunakan banyak waktu beliau dalam ketaatan. Sering tidak tidur malam untuk ibadah atau menulis. Beliau juga menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, termasuk kepada para penguasa, dengan cara yang telah digariskan Islam. Berikut ini 42 hadits yang dihimpun ke dalam Kitab Hadits Arbain Hadits Arbain 1 Niat Penentu Amal Perbuatan Hadits Arbain 2 Islam, Iman dan Ihsan Hadits Arbain 3 Rukun Islam Hadits Arbain 4 Amal Tergantung Penutupnya Hadits Arbain 5 Perkara Bid’ah Hadits Arbain 6 Halal dan Haram Hadits Arbain 7 Agama adalah Nasihat Hadits Arbain 8 Prinsip dalam Perang Hadits Arbain 9 Mengerjakan Perintah Sesuai Batas Kesanggupan Hadits Arbain 10 Allah Hanya Menerima yang Baik Hadits Arbain 11 Tinggalkan yang Meragukan, Ambil yang Meyakinkan Hadits Arba’in 12 Meninggalkan Yang Tak Bermanfaat Hadits Arbain 13 Cinta yang Menyempurnakan Iman Hadits Arbain 14 Keharaman Menumpahkan Darah Muslim Hadits Arbain 15 Indikator Iman kepada Allah dan Hari Akhir Hadits Arba’in 16 Menahan Amarah Hadits Arba’in 17 Perintah Berbuat Ihsan terhadap Segala Sesuatu Hadits Arba’in 18 Bertakwa di Mana Pun Berada Hadits Arba’in 19 Jagalah Allah! Dia Akan Menjagamu Hadits Arbain 20 Malu Sebagai Akhlak Terpuji Hadits Arba’in 21 Iman Beriring Istikamah Hadits Arba’in 22 Menjaga Ibadah Wajib Berbuah Surga Hadits Arbain 23 Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan al-Qur’an Hadits Arbain 24 Janganlah Kalian Saling Menzalimi Hadits Arbain 25 Yang Kaya dan Miskin, Semua Bisa Bersedekah Hadits Arbain 26 Bersedekah Setiap Hari, Tidak Berat! Hadits Arbain 27 Mintalah Fatwa kepada Hatimu Hadits Arbain 28 Pegang Teguh Sunnah dan Jauhi Perselisihan Hadits Arbain 29 Masuk Surga, Jauh dari Neraka Hadits Arbain 30 Hak-Hak Allah Hadits Arbain 31 Zuhud Mencapai Cinta Allah, Cinta Manusia pun Tergapai Hadits Arbain 32 Semua Bentuk Bahaya Dilarang Hadits Arbain 33 Pembuktian Penuntut dan Sumpah Terdakwa Hadits Arbain 34 Mengubah dan Mengingkari Kemungkaran Hadits Arbain 35 Jadilah Hamba Allah yang Bersaudara Hadits Arbain 36 5 Kebaikan Ini Dibalas Kebaikan Dunia dan Akhirat Hadits Arbain 37 1 Kebaikan Dibalas 10 hingga 700 Kali Lipat Hadits Arbain 38 Peringatan bagi Orang yang Memusuhi Kekasih Allah SWT Hadits Arbain 39 Perkara yang Tiada Dosanya Hadits Arbain 40 Jadilah seperti Orang Asing, Jangan Tunggu Besok! Hadits Arbain 41 Jauhi Hawa Nafsu, Ikuti Syariat Allah SWT Hadits Arbain 42 Jika Dosamu Setinggi Langit, Baca Hadits Ini Demikian kumpulan 42 hadits yang terangkum dalam Al-Arbain An-Nawawiyah atau Kitab Hadits Arba’in yang dihimpun oleh Imam An-Nawawi. Semoga bermanfaat, dan jika terjadi kekeliruan akan diperbaiki di kemudian hari. Wallahu a’lam. Azhar Azis
hadits arbain nawawi 1 5